a/ ;>

Merah-Kuning-Hijau dalam Hidup

Senin, 18 Agustus 2008




"Tadi Angga telepon, kasih kabar ibunya Wiwi* meninggal." Berita tersebut sampai ke telinga saya sekitar dua detik setelah mata saya terbuka pagi itu.

Walau saya telah mendengar tentang penyakit yang beliau derita sejak beberapa minggu yang lalu, tetap saja tak menyangka ibu Wiwi akan meninggalkan dunia secepat ini. Satu berita mewarnai hidup pagi itu.

Meski tak semuanya terhubung secara langsung pada kehidupan saya, entah kenapa hari itu bisa dibilang hari yang penuh warna. Kebetulan, mungkin.

Warna hidup tak selalu harus merah, kuning, atau oranye. Atau warna-warna cerah lain yang identik dengan keceriaan. Tapi ada warna-warna yang jarang dianggap sebagai warna yang dapat ikut mewarnai hidup seseorang. Abu-abu, hitam, biru tua, coklat, dan putih tulang contohnya.

Hari itu, ayah saya berulang tahun. Seorang teman datang dari luar kota. Itu menyenangkan. Seorang teman kuliahku lulus pendadaran S2-nya. Itu juga berita yang menggembirakan.

Lalu kemudian masuk telepon yang memperingatkan deadline pekerjaan yang harus selesai secepatnya. Berita buruk pun berdatangan. Team futsal seorang teman kalah dalam pertandingan antar universitas. Dan yang paling menyedihkan adalah meninggalnya ibu Wiwi.

Di antaranya, berita-berita ringan juga muncul dan turut menorehkan warna-warna dalam hidup saya. Dan itu semua terjadi dalam satu hari. Karenanya, saya anggap itulah hari paling berwarna yang pernah saya alami dalam jangka waktu beberapa bulan terakhir ini.

Yah, hidup yang penuh warna memang tak harus melulu bewarna cerah. Seperti lukisan, kadang warna-warna lain justru dapat memperindah walau tak dapat langsung dilihat saat itu juga. Butuh waktu untuk menyelesaikan lukisan tersebut. Dan diperlukan jarak yang tepat agar dapat benar-benar merasakan keindahannya.

0 komentar: