a/ ;>

Royal Tea a la Jogja, Sensasi Minum Teh di Istana

Minggu, 17 Agustus 2008



Ketika mendengar tentang teh, mau tak mau imajinasi kita segera melayang ke sebuah pulau yang terapung sendiri di sisi Barat Benua Eropa. (kalau Anda sampai mengira kita bicara soal Islandia . . . ketahuilah bahwa pulau es dan api itu bukan kerajaan -red) Di kerajaan yang dikuasai oleh para bangsawan dengan status selebritis internasional itu, minum teh sudah menjadi sebuah tradisi religius selama ratusan tahun.

Jogja jelas tidak kalah dengan kerajaan yang pernah menjadi penguasa dunia ini. Nuansa kebangsawanan di Jogja tidak kalah kentalnya, karena meskipun kecil, Jogja punya dua dinasti bangsawan yang hidup berdampingan di kota yang sarat keajaiban ini. Dan wisata kuliner kali ini berlokasi di halaman rumah Keluarga Pakualam, sebuah istana cantik yang berlokasi di Jl. Sultan Agung.

Nama resmi kedai teh ini adalah Lesehan Ibu Warsuki, tapi karena lokasinya, orang-orang lebih mengenalnya sebagai Teh Poci Pakualaman. Tempat kongkow yang asyik ini berada di pelataran luas di depan istana Pakualaman, di bawah rerimbunan pohon-pohon beringin raksasa yang akar gantungnya menjuntai ke mana-mana. Warung teh Bu Warsuki buka mulai pukul lima sore hingga jam dua dini hari.

Saya mengunjungi Teh Poci Pakualaman kemarin malam. Warung sederhana bernuansa outdoor ini menjadi tempat peristirahatan terakhir yang menyenangkan setelah lelah berburu di daerah Bantul bersama seorang kawan SMA. Untuk menemani obrolan dan mereview hasil tangkapan hari ini, kami memesan teh poci dan berbagai penganan kecil.

Sambil menyeruput teh hangat, kami mengintip buruan lewat layar LCD mungil. Potongan-potongan langit biru, awan putih, dan mentari senja Jogja yang cantik membasuh pergi semua rasa lelah. Buat para tukang foto pasti sangat mengerti perasaan pasca berburu yang indah ini. Namun perhatian kami teralih karena datangnya penganan yang cukup mengejutkan, sate usus.

Siapa yang tidak kaget, karena sate usus ini sangat tidak biasa. Panjangnya mungkin dua kali lipat sate usus yang normal! Karena lebih panjang, jelas saja sate usus ini jadi lebih nikmat. Apalagi sambil ditemani jadah (ketan) bakar gurih dengan aroma gosong yang merangsang. Berbeda dari jadah lainnya, tempatini juga memberikan variasi pilihan jadah goreng manis, yang ternyata diberi tambahan maisjes di dalamnya. Tapi yang paling istimewa bagi kami adalah ceker bakarnya yang enaaaaaaaak banget.

Mungkin bagi sebagian orang makan kaki ayam haram hukumnya, tapi sadarilah wahai orang-orang yang takut ceker, kalian termasuk kaum yang merugi! Ceker ayam Bu Warsuki ini benar-benar hidangan kelas satu. Setelah puas menghabisi kulit dan urat achillesnya yang empuk dan gurih, kenikmatan berikutnya adalah menggerogoti tulang-tulang ceker yang mungil. Benar-benar enak, karena bumbunya yang manis meresap sampai ke sumsum tulang! Sensasional sekali.

Akhirnya kami meninggalkan istana dengan menyisakan jejak serpih-serpih tulang yang tidak bisa dimakan. Sambil memandang bulan separo yang mengambang cemerlang di antara gerombolan awan ikan-ikan kecil© (istilah teman saya), cuma satu yang ada di pikiran saya, "Jogja memang tempat paling cantik di dunia". (ang)



0 komentar: